Powered By Blogger

Senin, 13 Juni 2011

budidaya ikan kerapu di air tawar

CARA BERTERNAK IKAN KERAPU DI AIR TAWAR

sebelum saya menjelaskan bagaimana cara berternak ikan kerapu di air tawar sebalik nya kita telusuri dulu bagai mana berternak ikan di air asin


1. PENDAHULUAN

ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah “groupers” dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990). Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Namun sejak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sudah dapat dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan, telah melakukan upaya untuk menghasilkan benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.

2. BIOLOGI

1. Klasifikasi
Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Class : Chondrichthyes
Sub class : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Species : Epinepheus sp

2. Morfologi, habitat dan kebiasaan makan dan makanannya.
Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan poterior. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya “mencaplok” satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai kenis krustaceae (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).
3. Cara berkembang biak.
Di dalam tangki percobaan ikan betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8 kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat “non adhesive” yaitu telur yang satu tidak melekat pada telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 -0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih yang aktif berenang. Benih inilah yang umum tertangkap oleh nelayan. Kelimpahan benih ikan kerapu ini sepanjang tahun tidak sama. Kelimpahan yang paling tinggi disekitar Teluk Banten terjadi pada bulan Februari sampai April.

3. TEKNIK PEMBENIHAN

1. Sarana Pembenihan
1. Induk sebanyak 5 ekor betina dan 2 ekor jantan. Induk jantan berukuran panjang 77 – 78 cm dan berat 9,5 – 11 kg/ekor. Induk betina berukuran panjang 60 – 70 cm dan berat 5,3 – 7,8 kg/ekor.
2. Pakan induk berupa ikan segar dari jenis selar, japuh dan jantan yang kandungan proteinnya tinggi dan kandungan lemaknya rendah.
3. Kurungan apung untuk pemeliharaan induk berukuran 3 x 3 x 3 m 3 .
4. Bak pemijahan dengan kapasitas 100 ton.
5. Bak penetasan sekaligus juga merupakan bak pemeliharaan larva yang berukuran 4 x 1 x 1 m 3 terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang.
2. Metoda
Metoda yang digunakan adalah manipulasi lingkungan. Untuk merangsang terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina matang kelamin digunakan metoda manipulasi lingkungan di bak terkontrol. Teknik pemijahan dengan manipulasi lingkungan ini dikembangkan berdasarkan pemijahan ikan kerapu di alam, yaitu dengan rangsangan atau kejutan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kadar garam, kedalaman air dan lain-lain. Pemijahan mengikuti fase peredaran bulan; pada saat bulan terang atau bulan gelap.
3. Pemeliharaan Induk
Induk ikan kerapu yang dipijahkan dipelihara di laut dalam kurungan apung dengan padat penebaran induk 7,5 – 10 kg/m 3 . Pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar berkadar lemak rendah. Diluar pemijahan ikan, takaran pakan yang diberikan sebesar 3 – 5% dari total berat badan ikan/hari, sedangkan pada musim pemijahan diturunkan menjadi 1%. Disamping itu diberikan pula vitamin E dengan dosis 10 – 15 mg/ekor/minggu.
4. Sex reversal
Kerapu termasuk ikan yang “hermaprodit protogyni”, yaitu pada kehidupan awal belum ditentukan jenis kelaminnya. Sel kelamin betina terbentuk setelah berumur 2 tahun dengan panjang 50 cm dan berat 5 kg. Sel kelamin betina berubah menjadi sel kelamin jantan pada umur 4 tahun dengan panjang tubuh sekitar 70 cm dan berat 11 kg. Ada kenyataannya lebih banyak ditemui ikan kerapu jantan atau mempercepat perubahan kelamin dari betina ke jantan dapat dipacu/dirangsang dengan hormon testosteron. Pemberian hormon testosteron dilakukan secara oral melalui makan setiap minggu, diikuti dengan penambahan multivitamin. Takaran yang diberikan adalah : Hormon testosteron 2 mg/kg induk Multivitamin 10 mg/kg induk
5. Seleksi Induk
Kematangan kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui denan cara mengurut bagian perut ikan (stripping) ke arah awal sperma yang keluar warnan putih susu dan jumlahnya banyak diamati untuk menentukan kualitasnya. Kematangannya kelamin induk betina diketahui dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik ke dalam lubang kelamin ikan, kemudian dihisap. Telur yang diperoleh diamati untuk mengetahui tingkat kematangannya, garis tengah (diameter) telor diatas 450 mikron.
6. Pemijahan
1. Induk kerapu matang kelamin dipindahkan ke bak pemijahan yang sebelumnya telah diisi air laut bersih dengan ketingian 1,5 m dan salinitas + 32 ‰.
2. Manipulasi lingkungan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara menaikkan dan menurunkan permukaan/tinggi air setiap hari. Mulai jam 09.00 sampai jam 14.00 permukaan air diturunkan sampai kedalaman 40 cm dari dasar bak. Setelah jam 14.00 permukaan air dikembangkan ke possisi semula (tinggi air 1,5 m). Perlakuan ini dilakukan terus menerus sampai induk memijah secara alami.
3. Rangsangan hormonal induk kerapu matang kelamin disuntik dengan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HGG) dan Puberogen untuk merangsang terjadinya pemijahan. Takaran hormon yang diberikan adalah :

* HGG 1.000 – 2.000 IU/kg induk
* Puberogen 150 – 225 RU/kg induk

1. Pengamatan pemijahan ikan dilakukan setiap hari setelah senja sampai malam hari. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam 22.00 – 24.00 WIB. Diduga musim pemijahannya terjadi 2 kali bulan Juni -September dan bulan Nopember – Januari.
2. Bila diketahui telah terjadi pemijahan, telur segera dipanen dan dipindahkan ke bak penetasan.bak pemeliharaan larva.
3. Penetasan telur
Bak yang dipergunakan untuk penetasan telur sekaligus juga merupakan bak pemeliharaan larva, terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 4 x 1 x 1 m³ . Tiga hari sebelum bak penetasan/bak pemeliharaan larva digunakan, perlu dipersiapkan dahulu dengan cara dibersihkan dan dicuci hamakan memakai larutan chlorine (Na OCI) 50 – 100 ppm. Setelah itu dinetralkan dengan penambahan larutan Natrium thiosulfat sampai bau yang ditimbulkan oleh chlorine hilang. Air laut dengan kadar garam 32 ‰ dimasukkan ke dalam bak, satu hari sebelum larva dimasukkan dengan maksud agar suhu badan stabil berkisar antara 27 – 28°C. Telur hasil pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang dibuahi akan mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih (transparan). Sebelum telur ditetaskan perlu direndam dalam larutan 1 – 5 ppm acriflavin untuk mencegah serang bakteri. Padat penebaran telur di Bak Penetasan berkisar 20 – 60 butir/liter air media. Ke dalam bak penetasan perlu ditambahkan Chlorella sp sebanyak 50.000 -100.000 sel/ml untuk menjaga kualitas air. Telur akan menetas dalam waktu 18 – 22 jam setelah pemijahan pada suhu 27 – 28°C dan kadar garam 30 – 32 ‰.PERKEMBANGAN DAN PEMELIHARAAN LARVA

1. Perkembangan Larva
Larva yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah bentuk menyerupai kerapu dewasa setelah berumur 31 hari.
Gambar 2. Perkembangan Bentuk Larva Ikan Kerapu

Adapun perkembangan larva kerapu dari umur 1 hari (D1) sampai umur 31 hari (D31) dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan larva ikan kerapu.

Hari ke Tahap Perkembangan Panjang (mm)
D1 Larva baru menetas transparan, melayang dan tidak aktif. 1,89 – 2,11
D3 Timbul bintik hitam di kepala dan pangkal perut. 2,14 – 2,44
D7-8 Timbul calon sirip punggung yang keras dan panjang. 7,98 – 8,96
D9-11 Timbul calon sirip punggung yang keras dan panjang. 15,88 – 17,24
D15-17 Duri memutih, bagian ujung agak kehitaman 17,2 – 18,6
D23-26 Sebagian duri mengalami reformasi dan patah, pada bagian ujung tumbuh sirip awal lunak 20,31 – 22,64
D29-31 Sebagian larva yang pertumbuhannya capat telah berubah menjadi burayak (juvenil), bentuk dan warnanya telah menyerupai ikan dewasa. 22,40 – 23,42

1. Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati. Pada kasus tersebut diupayakan dengan cara merubah pakan Artemia dengan kandungan W3 HUFA yang lebih tingi. Dari kasus ini tentunya dapat diajukan suatu hepotesa sementara bahwa kurannya unsur tertentu pada larva kerapu dalam waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kondisi fisik dan kelangsungan hidup larva.
2. Pemeliharaan Larva
Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 – 10 sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 – 10 ekor/ml plytoplankton 10 – 2.10 sel/ml media. Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 – 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 – 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari. Skema jenis dan pemberian pakan larve kerapu dapat dilihat pada Gambar 3. Pemberian pakan dengan cincangan daging ikan mulai dicoba pada saat metamorfosa larva sempurna menjadi benih ikan kerapu.
Gambar 3. Skema Jenis dan Pakan Pemberian Pakan Larve Ikan Kerapu

5. PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan larva perlu dijaga kualitas airnya dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan 5.10 3 – 10 4 sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada saat larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 – 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air yang perlu diganti juga semakin banyak. Pada saat larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan bila larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%. Prosentase pengantian air selama pemeliharaan larve kerapu dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Prosentase Penggantian Air

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Kisto Mintardjo dan Sigit B, “Pemijahan Ikan Kerapu (Epinephelus tauvina) Dengan Manipulasi Lingkungan”, Buletin Budidaya Laut No. 2, Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan, 1991.
2. Sigit Budileksono dan Yayan Sofyan, “Pemijahan Alami Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Bak Terkontrol”, Buletin Budidaya, 1993.
3. Anonimus, “Teknologi Reproduksi Ikan Kerapu (Epinephelus sp)”, Riset dan Teknologi Balai Budidaya Laut Lampung, Ditjen Perikanan, 1993.
4. Sigit Budileksono, ” Pembenihan Ikan Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, 1995.

7. SUMBER

Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus), Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.

8. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
PEMELIHARAAN LARVA

1. PENDAHULUAN

1. 1) Latar belakang
Beberapa jenis ikan laut yang bernilai ekonomis telah banyak dibudidayakan dalam kurungan apung. Salah satu jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan kerapu (Epinephelus sp). Ikan kerapu merupakan ikan ekonomis penting yang berpeluang baik dan populer dipasarkan domestik dan luar negeri. Jenis-jenis ikan kerapu tersebut diantaranya adalah kerapu lumpur, kerapu macan, kerapu malabar, kerapu sunu, kerapu totol. Diantara jenis-jenis kerapu tersebut yang sudah umum dan banyak dibudidayakan antara lain kerapu macan. Dengan semakin banyaknya permintaan ikan kerapu untuk pasaran domestik dan internasional, maka benih yang selama ini berasal dari alam akan sulit dipenuhi sehingga perlu mulai dialihkan ke usaha pembenihan buatan.
Keberhasilan Balai Budidaya Laut dalam melaksanakan pemijahan ikan kerapu merupakan langkah awal dalam mata rantai sistem budidaya, yang antara lain meliputi pemeliharaan larva, pendederan dan selanjutnya sampai ukuran konsumsi. Teknik pemeliharaan larva ini salah satu sistim rantai budidaya yang penting bagi kelanjutan keberhasilan benih untuk dibudidayakan. Keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh teknik pemeliharaan larva, pola penyediaan pakan alami yang tepat untuk ukuran, jumlah dan waktu.
2. 2) Pemilihan Lokasi
1. a. Dasar perairan laut berpasir atau berkarang.
2. b. Bebas dari pencemaran.
3. c. Jernih sepanjang tahun.
4. d. Mudah komunikasi.

2. TEKNIK PEMBENIHAN

1. 1) Bak Pemeliharaan Larva
1. a. Bak pemeliharaan, bak beton berbentuk 4 persegi panjang, ukuran 4 x 1 x 1 m³.
2. b. Bak pemeliharaan ini juga merupakan bak untuk penetasan telur.
3. c. Larutan chlorine (Na OCI) 50 ~ 100 ppn, untuk mensuci hamakan bak pemeliharaan.
4. d. Larutan Natrium Thiosulfat untuk menetralkan dan menghilangkan bau dari chlorine.
5. e. Air laut dimasukkan ke dalam bak satu hari sebelum larva dimasukkan, kadar garam air laut 30 ~ 32‰ suhu air 27 ~ 28°C.
6. f. Bak makanan alami.
2. 2) Perkembangan Larva
Larva baru yang baru menetas terlihat transparan, melayang-layang dan erakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil glonulenya. Larva akan berubah bentuk menyerupai kerapu lumpur dewasa setelah berumur 31 hari. Masa krisis pertama larva kerapu dialami pada waktu berumur 2 hari (D2)
memasuki umur 3 hari (D3), dimana pada saat itu kandungan kuning telur telah mulai menipis dan terserap habis. Setelah cadangan pakan tersebut habis, maka pemenuhan pakan yang sesuai dengan ukuran mulut dan nilai gizi pakan mutlak diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup larva. Masa krisis ini akan berlangsung sampai dengan hari ke 6 (D6), dikarenakan terjadi perubahan cara hidup dari larva yang semula gerakannya aktif. Larva harus aktif mencari makan dari luar karena kandungan kuning telur yang merupakan cadangan pakan telah habis. Untuk pemberian pakan yang sesuai baik jenis, maupun kandungan gizinya mutlak diperlukan. Larva yang telah melewati umur 6 hari (D6) mempunyai peluang untuk hidup lebih besar, karena hampir semua larva yang bertahan hidup telah mampu mencari pakan yang tersedia disekelilingnya, Masa krisis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari
larva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati.
3. 3) Pemeliharaan Larva
Larva kerapu mempunyai kuning telur sebagai cadangan makanan sampai larva berumur 2 hari. Umur 3 hari kuning telur mulai terserap habis, perlu diberi pakan dari luar berupa:
1. a. Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml
2. b. Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan 10 4 – 10 5 sel/ml.
Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari dengan penambahan secara bertahap rotifera sampai kepadatan 5 ~ 10 ekor/ml plytoplankton 10 5 -2.10 5 sel/ml media. Umur 9 hari mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 ~ 0,75 ekor/ml media, pakan diberikan sampai larva berumur 25 hari dengan peningkatan kepadatan mencapai 2 ~ 5 ekor/ml media. Umur 17 hari larva dicoba diberi pakan artemia yang telah berumur 1 hari kemudian secara bertahap diubah dari artemia berumur 1 hari ke artemia setengah dewasa dan akhirnya artemia dewasa sampai larva berumur 50 hari. Setelah larva berumur 29 – 31 hari berubah menjadi benih aktif, menyerupai kerapu dewasa. Pada saat ini mulai dicoba pemberian pakan dengan cincangan daging ikan.
Gambar 2. Skema Jenis dan Pemberian Pakan Larva Ikan Kerapu
3. 4) Pengelolaan Kualitas Air
Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan larva dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan 5.10 3 -10 4
sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada saat larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 – 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air perlu diganti juga semakin banyak. Pada saat larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan bila larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%.
Gambar 4. Prosentase Penggantian Air

3. SUMBER
Brosur Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutaftus): Pemeliharaan Larve, Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1996

Rabu, 06 April 2011

BUDIDAYA IKAN ARWANA RED

BUDIDAYA IKAN ARWANA

Membudidayakan Ikan Arwana Red

Ikan Arwana Merah, yang harganya bisa mencapai belasan juta rupiahArwana termasuk famili ikan “karuhun”, yaitu Osteoglasidae atau famili ikan “bony-tongue” (lidah bertulang), karena bagian dasar mulutnya berupa tulang yang berfungsi sebagai gigi. Arwana memiki berbagai julukan, seperti: Ikan Naga (Dragon Fish), Barramundi, Saratoga, PlaTapad, Kelesa, Siluk, Kayangan, Peyang, Tangkelese, Aruwana, atau Arowana, tergantung dari tempatnya.

Bentuk dan penampilan arwana termasuk cantik dan unik. Tubuhnya memanjang, ramping, dan “stream line”, dengan gerakan renang sangat anggun. Arwana di alam mempunyai variasi warna seperti hijau, perak, atau merah. Pada bibir bawahnya terdapat dua buah sungut yang berfungsi sebagai sensor getar untuk mengetahui posisi mangsa di permukaan air. Sungut ini termasuk dalam kriteria penilaian keindahan
ikan.


Potensi pertumbuhan arwana cukup besar, terutama dengan pemberian pakan berkadar protein tinggi. Pertumbuhan arwana di akuarium mencapai 60 cm, sedangkan di alam mencapai lebih dari 90 cm. Jenis
ikan arwana asal Amerika Selatan dapat tumbuh hingga 270 cm.


Arwana
merupakan ikan perenang atas (surface feeder), ditunjukkan oleh betuk mulut. Di alam mereka berenang di dekat permukaan untuk berburu mangsa. Arwana dapat menerima segala jenis pakan untuk ikan karnivora, tetapi seringkali mereka jadi sangat menyukai salah satu jenis pakan saja, dan menolak jenis lainnya. Sebagai ikan peloncat, arwana di alam bisa menangkap serangga yang hinggap di ranting ketinggian 1-2 meter dari permukaan air. Maka pemeliharaan dalam akuarium harus ditutup dengan baik.


Arwana merupakan
ikan tangguh yang dapat hidup hingga setengah abad. Permintaan yang tinggi dengan ketersediaan alam yang terbatas menyebabkan eksploitasi di alam dibatasi. CITES (Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) menetapkan bahwa ikan Arwana Asia sebagai ikan yang mendapat perlindungan tertinggi. Berbagai jenis Arwana Asia antara lain:


Merah


Arwana merah (arwana red) berasal dari berbagai tempat di Propinsi Kalimantan Barat, seperti dari Sungai Kapuas dan Danau Sentarum yang dikenal sebagai habitat dari Super Red (Chili dan Blood Red). Perairan ini merupakan wilayah hutan gambut yang menciptakan lingkungan primitif bagi ikan purba tersebut. Akan tetapi kondisi mineral, lingkungan air gambut (black water), dan banyaknya cadangan pangan yang memadai telah mengkondisikan pengaruh yang baik terhadap evolusi warna pada ikan arwana red yang bersangkutan. Pengaruh geografis itu juga menyebabkan terciptanya variasi yang berbeda terhadap morfologi ikan arwana red ini, seperti badan yang lebih lebar, kepala berbentuk sendok, warnah merah yang lebih intensif, dan warna dasaryang lebih pekat.
Warna merah penuh tampak pada sirip ikan muda, pada bibir dan juga sungut. Menjelang dewasa, warna merah akan muncul di berbagai bagian tubuh lainnya, terutama pada tutup insang dan pinggiran sisik, sehingga tubuh ikan terlihat berwarna merah.
Arwana red dikelompokkan dalam 4 varietas, yaitu Merah Darah (Blood Red), Merah Cabai (Chili Red), Merah Orange (Orange Red), dan Merah Emas (Golden Red). Keempat varietas ini secara umum diberi julukan Super Red atau Merah Grade Pertama (First Grade Red), meskipun dalam perkembangannya super red lebih merujuk pada Merah Cabai dan Merah Darah. Sedangkan dua varietas terakhir lebih sering di anggap sebagai super red dengan grade lebih rendah.

perikanan

makalah tentang budidaya ikan lele dumbo

Cara Dasar Pembenihan Ikan Lele Dumbo

Sat, 03/27/2010 - 22:51 — admin
I. PENDAHULUAN
Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan ini berasal dari Benua Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Karena memiliki berbagai kelebihan, menyebabkan, lele dumbo termasuk ikan yang paling mudah diterima masyarakat. Kelebihan tersebut diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup tinggi. Maka tak heran, apabila minat masyarakat untuk membudidayakan lele dumbo sangat besar.
II. Sistematika
Philum Chordata, Kelas Pisces, Anak Kelas Telestei, Bangsa Ostariophysi, Anak Bangsa Siluridae, Suku Claridae, Marga Clarias dan Jenis Clarias gariepinus.
Bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik, mempunyai 4 pasang kumis, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Lele dumbo banyak ditemukan di rawa-rawa dan sungai di Afrika, terutama di dataran rendah sampai sedikit payau. Ikan ini mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut abrorescent, sehingga mampu hidup dalam air yang oksigennya rendah.
Lele dumbo termasuk ikan karnivora, namun pada usia benih lebih bersifat omnivora. Induk lele dumbo sudah dapat dipijahkan setelah berumur 2 tahun dan dapat memijah sepanjang tahun.
- Tanda induk betina: tubuh lebih pendek, mempu- nyai dua buah lubang kelamin yang bentuknya bulat.
- Tanda induk jantan: tubuh lebih panjang, mempunyai satu buah lubang kelamin yang bentuknya memanjang.
III. PEMBENIHAN
Saat ini lele dumbo sudah dapat dipijahkan secara alami. Namun demikian banyak orang yang lebih suka memijahkan dengan cara buatan ( disuntik ) karena penjadwalan produksi dapat dilakukan lebih tepat.
A. Pematangan Gonad
Pematangan gonad dilakukan di kolam seluas 50 - 200 m2 dengan kepadatan 2 - 4 kg/m2. Setiap hari diberi pakan tambahan berupa pelet sebanyak 3 persen/hari dari berat tubuhnya.
B. Seleksi Induk
- Seleksi bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan induk yang akan dipijahkan.
- Induk betina ditandai dengan perutnya yang buncit dan kadang-kadang apabila dipijit kearah lubang kelamin, keluar telur yang warnanya kuning tua.
- Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan alat kelaminnya agak kemerahan
 
C. Pemberokan
- Pemberokan dilakukan dalam bak seluas 4 - 6 m2 dan tinggi 1 m, selama 1 - 2 hari.
- Pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran dan mengurangi kandungan lemak dalam gonad.
- Setelah diberok, kematangan induk diperiksa kembali.
D. Penyuntikan
- Induk betina disuntik dengan larutan hipofisa ikan mas sebanyak 2 dosis (1kg induk membutuhkan 2 kg ikan mas) dan jantan 1/2 dosis atau ovaprim 0,3 ml/kg.
- Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung.
E. Pemijahan / Pengurutan
- Apabila akan dipijahkan secara alami, induk jantan dan betina yang sudah disuntik disatukan dalam bak yang telah diberi ijuk dan biarkan memijah sendiri.
- Apabila akan diurut, maka pengurutan dilakukan 8 - 10 jam setelah penyuntikan.
- Langkah pertama adalah menyiapkan sperma: ambil kantong sperma dari induk jantan dengan membedah bagian perutnya, gunting kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung dalam gelas yang sudah diisi NaCl sebanyak 1/2 bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer.
- Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya. Pijit bagian perut ke arah lubang kelamin sampai telurnya keluar. Telur ditampung dalam mangkuk plastik yang bersih dan kering. Masukan larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Tambahkan larutan NaCl agar sperma lebih merata. Agar terjadi pembuahan, tambahkan air bersih dan aduklah agar merata sehingga pembenihan dapat berlangsung dengan baik, untuk mencuci telur dari darah dan kotoran lainnya, tambahkan lagi air bersih kemudian dibuang. Lakukan 2 - 3 kali agar bersih.
- Telur yang sudah bersih dimasukkan kedalam hapa penetasan yang sudah dipasang di bak. Bak dan hapa tersebut berukuran 2 m x 1 m x 0,4 m dan sudah diisi air 30 cm. Cara memasukan, telur diambil dengan bulu ayam, lalu sebarkan ke seluruh permukaan hapa sampai merata. Dalam 2-3 hari telur akan menetas dan larvanya dibiar- kan selama 4-5 hari atau sampai berwarna hitam.
E. Pendederan
~ Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir
~ Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor kedalam tong, kemudian disebarkan ke seluruh pematang dan dasar kolam. Dosisnya 250 - 500 g/m2.
~ Pemupukan menggunakan kotoran   ayam dengan dosis 500 - 1.000 gr/m2.. Kolam di isi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari, disemprot dengan organophosphat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
~ Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 - 200 ekor/m2.
~ Pendederan dilakukan selama 21 hari. Pakan tambahan diberikan setiap hari berupa tepung pelet sebanyak 0,75 gr/1000 ekor.
IV. PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang lele dumbo adalah Ichthyopthirius multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan, dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3 setiap 10 hari selama pemeliharaan atau merendam ikan yang sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/l.

Senin, 28 Maret 2011

Potensi Budidaya Ikan dari Jenis Perikanan Darat

Selama ini, aktivitas perikanan tangkap mendominasi pembangunan perikanan nasional. Secara politik, kondisi ini memposisikan perikanan darat/perairan umum (sungai, situ, danau dan rawa) sebagai kelas dua, maka aktivitas perikanan darat mandek.
Revitalisasi perikanan hanya mengutamakan pertambakan udang, dan budidaya laut yaitu rumput laut dan ikan karang, padahal perikanan darat memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri. Harusnya, pemerintah memberikan porsi yang seimbang antara keduanya.

Perikanan darat memiliki keunggulan dan keunikan dalam pengembangannya. Pertama, potensinya memiliki varitas/jenis yang bersifat endemik. Contohnya, ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis) yang di dunia hanya terdapat danau Singkarak, Sumatera Barat, juga ikan jenis lawat (Leptobarbus hoevanii), baung (Mystus planices), belida (Chitala lopis), dan tangadak (Barbodes schwanenfeldi) di Danau Sentarum Kalimantan Barat dan sungai-sungai pulau Sumatera, nike-nike di Danau Tondano, Sulawesi Utara dan ikan gabus asli (Oxyeleotris heterodon) Danau Sentani di Papua.

Kedua, keberadaan ikan endemik menyatu dengan perilaku/pola hidup masyarakat lokal. Mereka menganggap ikan endemik menjadi bagian kebudayaan dan dikonsumsi secara turun-temurun. Maka mereka juga memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestariannya.
Ketiga, secara ekologis dan klimatologi ikan endemik memiliki habitat hidup dan berkembang biak yang khas. Amat tidak mungkin ikan bilih, Danau Singkarak dikembangbiakan di Danau Poso. Inilah sumber kekhasan sumber daya genetiknya.

Keempat, lahan budi daya perikanan darat yang mengandung jenis ikan endemik belum dimanfaatkan secara optimal. Baru beberapa daerah yang memberdayakan dan memberdayakannya dengan pariwisata misalnya Danau Tondano, Danau Singkarak, Danau Poso dan Danau Sentani. Kelima, jenis ikan endemik harganya mahal karena rasanya unik, khas dan langka sehingga menjadi trade mark tersendiri bagi daerah itu. Contohnya, ikan semah (Tor tambra, Tor dourounensis dan Tor tambroides, Labeobarbus douronensis) dari Sungai Kapuas harganya sampai Rp 250.000/kg.

Enam Problem
Otonomi daerah dalam aspek perikanan dan kelautan tidak hanya dimaknai sebatas kewenangan pengelolaan wilayah laut oleh pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Otonomi daerah juga harus dimaknai sebagai upaya mengelola dan mengembangkan perikanan darat utamanya ikan endemik yang terancam punah. Pemaknaan ini akan menciptakan kedaulatan pangan di tingkat lokalitas.

Berbagai problem mengancam keberlanjutan budidaya ikan endemik dan kelestariannya, yaitu pertama, ekspoitasi berlebihan. Contohnya, data tahun 1997 menyebutkan stok ikan Bilih mencapai 542,56 ton dan yang telah dieksploitasi sebesar 416,90 ton (77,84 persen). Ini menggambarkan sumberdaya ikan bilih sudah mengalami tangkap lebih.

Kedua, introduksi ikan lain yang bersifat predator dan kompetitor. Kasus introduksi ikan gabus toraja (Channa striata) di Danau Sentani, mengancam Ikan gabus asli Danau Sentani. Hal serupa juga terjadi di Danau Poso dan Malili di Sulawesi Tengah.

Ketiga, ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertanian dan pembabatan hutan. Akibat kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk anorganik, limpasannya masuk ke sungai dan danau, sehingga mencemari dan merusak habitat ikan endemik.
Hal serupa akan terjadi akibat pembabatan hutan di hulu sungai, tepi danau dan daerah tangkapan air. Penurunan populasi ikan endemik di sungai, danau maupun lubuk-lubuk di Kalimantan dan Sumatera bersumber dari aktivitas pertanian dan pembabatan hutan.

Keempat, proses sedimentasi yang disebabkan oleh limpasan lumpur dari aktivitas pertanian di tepi danau menyebabkan danau semakin dangkal. Juga, pembabatan hutan di hulu menyebabkan sungai mengalami pendangkalan. Otomatis proses sedimentasi yang semakin bertambah setiap tahunnya mengancam hilangnya habitat ikan endemik. Di Sungai Mahakam akibat sedimentasi sudah sulit mendapatkan ikan baung dan lais.

Kelima, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kasus yang terjadi di Danau Sentarum, Kalimantan Barat, yakni adanya penggunaan bubu warin (alat tangkap berukuran mata jaring < 0,5 cm sejak tahun 2000) menyebabkan turunnya populasi ikan di daerah ini. Keenam, penyediaan pakan ikan budidaya mengancam kelestarian ikan endemik. Pengembangan budidaya keramba mengancam ikan endemik Danau Sentarum karena pakannya diambil dari ikan–ikan kecil di danau ini.

Delapan Kebijakan
Melindungi sumber genetik plasmah nutfah dan mengembangkan budidaya perikanan darat berbasis ikan endemik memerlukan kebijakan strategis. Pertama, mengembangkan riset pemuliaan genetik ikan endemik. Hasil riset ini akan melahirkan bank genetik ikan endemik Indonesia, sekaligus melindungi plasma nutfahnya.

Kedua, mengembangkan pusat pembudidayaan ikan air tawar endemik yang mampu menyediakan bibit/benih secara massal baik untuk budi daya sungai maupun danau atau situ. Pusat-pusat ini dibangun daerah-daerah yang memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri.

Ketiga, menerbitkan perangkat undang-undang sumberdaya genetik untuk menangkal pihak asing melakukan bio piracy terhadap komoditas endemik khas Indonesia. Hukum yang tersedia baru Keppres No. 43 Tahun 1978 yang menyatakan bahwa jenis ikan yang dilindungi di pulau Kalimantan dan Sumatera adalah arwana Super Red, Golden Red, Banjar Red, arwana Green (hijau) yang ditemukan di Taman Nasional Danau Sentarum dan Sungai Kapuas.

Keempat, melestarikan lingkungan kawasan perairan umum (daerah aliran sungai, danau, situ) dan tangkapan air yang mampu menjamin ketersediaan air tawar dan mencegah sedimentasi maupun pencemaran air. Prioritaskan bagi kawasan perairan umum yang sudah memiliki sumber daya ikan endemik dan terancam punah.

Kelima, mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan dari segi jenis, ukuran, maupun variannya. Akan lebih baik menggunakan alat tangkap yang hanya menyeleksi ikan-ikan endemik yang masuk kategori layak konsumsi dan jual.

Keenam, menyeleksi introduksi ikan-ikan non-endemik yang bersifat predator, kompetitor dan pembawa penyakit yang nantinya mengancam kelangsungan hidup ikan endemik.

Ketujuh, menyeragamkan pangan berbasis ikan endemik, contohnya fillet, nugget, bakso ikan dan kerupuk ikan. Kedelapan, memberdayakan kelembagaan lokal dan kearifan masyarakat dalam membudidayakan ikan-ikan endemik.

Gagasan yang dipaparkan dalam tulisan ini merupakan langkah strategis dan politik untuk membangun paradigma baru dan merevitalisasi kebijakan budidaya perikanan yang selama ini cenderung mengabaikan perikanan darat.

Hal serupa berlaku juga bagi perairan umum lainnya yang sudah mengembangkan ikan air tawar berbasis waduk (Jatiluhur, Cirata), danau serta situ, demi pemenuhan pangan protein. Dengan demikian, bangsa ini akan berdaulat atas pangan yang bersumber dari ikan endemik, termasuk dalam penyediaan benih.

Penulis adalah Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.

Written By : Muhamad Karim di Sinar-Harapan.com
Penulis adalah Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim.
Dikirim oleh Admin
Tanggal 2008-08-26
Jam 05:03:54